June 30, 2013

[Renungan] Melatih Kreatifitas


Kreativitas itu tidak bisa muncul sendiri, perlu dilatih, diasah dan dilakukan secara terus menerus. Kreativitas itu pekerjaan otak kanan seperti berimajinasi, membayangkan gambaran-gambaran baru, memvisualisasikan ide-ide spektakuler. Bahkan mengabaikan istilah tidak mungkin. Semuanya bersifat mungkin, kalau orang lain bisa melakukan, dirinya juga bisa melakukan juga. Kalau dalam imajinasi masih tergambar, suatu ketika bisa terwujud. Orang-orang Jepang adalah salah satu contoh orang yang memiliki kualitas mental tekun dan kreatif. Tekun karena mau melakukan satu pekerjaan sampai selesai, kreatif karena selalu mencari inovasi baru dari waktu ke waktu. Tidak heran kalau produk otomotif seperti motor dan mobil lahir dari tangan-tangan putera negeri Jepang.

Mengapa Jepang sampai memiliki mental seperti itu? Banyak faktor yang menyebabkannya. Faktor alam cukup dominan, di sana tidak ada sawah, ladang, hutan yang hijau. Jangan harap bisa menanam singkong di Jepang. Gempa bumi pun menjadi langganan Jepang karena letak geografis negeri tersebut berada tepat di antara lempengan bumi. Tapi kondisi yang sulit tersebut memaksa mereka untuk berpikir keras untuk mencari jalan keluar. Dan betul, jalan keluar ditemukan. Pikiran kita bekerja sesuai dengan program si empunya. Bila si empunya pikiran menyuruh untuk mencari solusi atas satu persoalan, jawaban atas persoalan tersebut segera ditemukan. Sebaliknya bila pikiran dibiarkan tidur dan “nganggur” tidak akan ada hasil apapun.

Dibandingankan dengan kita Indonesia yang hijau, subur, akan tetapi masih kalah bersaing dengan negara-negara lainnya. Terlepas dari alasan apapun dengan berbagai macam pembenarannya, kondisi di Indonesia seperti itu memunculkan sikap miskin kreativitas, tidak berani dengan risiko, comfort zone dan mencari aman. Paradigma yang muncul adalah lebih baik tetap dengan kebiasaan lama walaupun penuh dengan risiko buruk, tapi risiko itu sudah diketahui sejak lama. Orang malas resikonya tidak punya penghasilan banyak, tapi tetap malas karena risikonya sudah diketahui. Sementara untuk melompat keluar zona nyaman risikonya ada dua, gagal dan berhasil. Kalau berhasil tidak ada masalah baru, tapi kalau gagal ini yang repot. Sementara kegagalan di luar zona nyaman sama sekali belum diketahui risikonya akan seperti apa. Demikian kira-kira mengapa paradigma comfort zone senantiasa dipertahankan.

Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah, bagaimana supaya bisa keluar dari zona nyaman? Bisa dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan sungguh-sungguh memaksakan diri keluar dari kebiasaan lama sambil belajar. Ini dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kesadaran bahwa hidup ini harus berubah terus kalau ingin tetap survival dan selalu bisa menjawab tantangan yang muncul. Sementara cara kedua dengan tingkat risiko yang lumayan tinggi, bisa berhasil bila disikapi secara positif dan bisa juga gagal bila disikapi negatif.

Banyak contoh kasus orang-orang yang berhasil melampaui persoalannya. Hellen Keller misalnya, adalah contoh sukses dari orang yang buta dan tuli. Tapi mengapa dia berhasil menempuh pendidikan sampai tingkat Doktor dan menjadi orang yang memiliki kepedulian tinggi pada orang buta dan tuli. Thomas Alfa Edison yang tuli bisa menjadi tokoh besar dalam sains dan contoh-contoh konkret lainnya.

Tidak ada kaitan antara cacat fisik dengan kesuksesan. Kalau mereka yang cacat bisa sukses, mengapa kita yang memiliki struktur fisik yang normal dan kuat akan tetapi mudah menyerah. Di sinilah perbedaan mental baja dan mental kerupuk. Dan itu perlu latihan terus menerus untuk memiliki mental baja patang menyerah, apapun tantangan yang muncul bisa dihadapi dengan tekun dan kerja keras.

Lakukanlah dengan Tulus
Seorang tukang kayu tua sudah siap untuk pensiun. Dia memberitahukan rencananya pada kontraktor majikannya. Dia telah bertekad mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai pembangun rumah agar dapat menikmati hari tuanya dengan lebih menyenangkan, bersama isteri dan keluarga besarnya. Memang dia sepenuhnya sadar bahwa dia akan kehilangan penghasilannya, tetapi dia sudah lelah, dia perlu istirahat.

Sang kontraktor sangat menyayangkan kepergian karyawannya yang baik ini, tetapi tidak berhasil membujuk agar orang tua ini tetap bekerja padanya. Akhirnya sang kontraktor meminta agar dia bersedia membangunkan sebuah rumah lagi sebagai perekat hubungan baik yang sudah terjalin demikian lama.

Tukang kayu itu dengan berat hati terpaksa menyanggupinya, tetapi nampak jelas bahwa hatinya tidak lagi ada pada tugasnya, dia mengerjakannya dengan asal jadi saja dan bahkan bahan yang digunakannyapun bermutu sangat rendah. Itu adalah cara yang kurang baik dalam mengakhiri karirnya.

Ketika tukang kayu itu telah menyelesaikan tugasnya dan kontraktor atasannya telah memeriksa rumah itu, diserahkannya kunci rumah kepada orang tua itu dan berkata: “Rumah ini milikmu, ini sebagai hadiah dan tanda terima kasihku padamu!”

Dia terperanjat! Sungguh memalukan! Kalau saja dia tahu bahwa dia sedang membangun rumahnya sendiri, tentu dia akan mengerjakannya dengan cara yang sangat berbeda. Sekarang dia terpaksa tinggal bersama keluarga dalam rumah bermutu rendah yang dibangun asal jadi.

Demikian pula dengan kita, kitapun membangun kehidupan kita dengan asal jadi, lebih banyak bereaksi negatif dari pada bertindak benar, selalu melakukan sesuatu bukan dengan cara yang terbaik. Dalam hal yang penting sekalipun kita tidak melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Kemudian dengan terkejut kita terpaksa menghadapi situasi yang kita ciptakan sendiri, dan baru menyadari bahwa sekarang kita tinggal di dalam rumah yang tidak kita bangun dengan baik, kalau saja kita menyadarinya dari dahulu, kita pasti akan bertindak dengan cara yang sangat berbeda.

Sekarang anggaplah diri anda sebagai tukang kayu, pikirkan rumah anda, setiap kali anda menancapkan paku, memasang papan atau mendirikan tembok, bangunlah dengan bijak. Ini adalah satu-satunya kehidupan yang sedang anda bangun, kalaupun hanya tersisa satu hari saja lagi untuk anda jalani, seharusnya hari itu anda jalani dengan penuh syukur dan dengan perasaan bahagia.

“Kehidupan anda hari ini merupakan hasil dari sikap dan pilihan anda di masa lalu. Kehidupan anda esok hari merupakan hasil dari sikap dan pilihan yang anda buat hari ini.”



No comments:

Post a Comment